Sabtu, 18 Juli 2009

Akibat Hukum dari pembatalan pertandingan MU vs INA

Sebagai mahasiswa fakultas hukum, ada suatu hal yang menarik untuk kita kaji dari di gagalkannya pertandingan MU vs Indonesia All Stars di Gelora Bungkarno yang menurut rencana akan dilaksanakan pada tanggal 20 July 2009. Tentu sebagai mahasiswa hukum ada satu pertanyaan yang timbul yaitu : Bagaimana akibat hukum dari dibatalkannya pertandingan MU vs Indonesia All Stars, dimana acara tersebut telah di persiapkan dengan matang, dan telah menelan biaya kurang lebih dari 30 s/d 50 Miliar. Suatu angka yang fantastis. Seperti kita telah ketahui bagaimana sponsor telah menghabiskan miliaran untuk promosi di media baik koran atau elektronik, dan baligho-baligho yang menghiasi kota-kota di Indonesia. Baik sekarang kita mulai kaji tentang akibat hukum dari dibatalkannya pertandingan tersebut.

Untuk mendatangkan pemain sekelas MU, pihak Indonesia pasti telah melakukan berbagai perjanjian/klause. Yang mana isi perjanjian itu mungkin kita belum begitu mengetahuinya, tapi secara garis besarnya telah diatur berbagai kesepakatan tentang royalti atau sebagainya. Untuk mengetahui tentang perjanjian itu maka diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata :

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang."

Kemudian kita kaji, apakah pertandingan ini dibatalkan karena adanya suatu wanprestasi dari pihak MU atau Indonesia sehingga pertandingan ini dibatalkan ?

Wanprestasi terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti :

a. tidak dipenuhinya prestasi sama sekali,
b. tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi,
c. tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjiakan,

apabila kita kaji dari wanprestasi, berarti pihak MU ataupun pihak Indonesia sama sekali tidak melakukan wanprestasi yang menyebabkan gagalnya pertandingan tersebut. Lalu bagaimana tentang berbagai kerugian yang mencapai 30/50 miliar ? Kejadian yang menyebabkan gagalnya pertandingan tersebut maka bisa disebutkan sebagai OVERMACHT.

Lalu apakah Overmacht itu ?? Overmacht adalah suatu Keadaan memaksa (overmacht) adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut

Unsur-unsur yang terdapat dalam overmacht adalah :

1). tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifattetap.
2). tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.
3). peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan
karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur.

Akibat Overmacht

Keadaan memaksa menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan berbagai akibat yaitu :

1). kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi.
2). debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan karenanya tidak wajib
membayar ganti rugi.
3). resiko tidak beralih kepada debitur.
4). kreditur tidak dapat menuntut pembatalan prsetujuan timbal balik.
Mengenai keadaan memaksa terdapat dua teori atau aliran atau ajaran
yaitu :

1. Ajaran yang objektif atau absolut

Menurut ajaran keadan memaksa objektif, debitur berada dalam keadaan memaksa, apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (ada unsur impossibilitas) dilaksanakan oleh siapapun juga atau oleh setiap orang.
Misalnya : A harus menyerahkan kuda kepada B, kuda ditengah jalan disambar petir, hingga oleh siapapun juga penyerahan kuda itu tidak mungkin dilaksanakan. Dalam ajaran ini pikiran para sarjana tertuju pada bencana alam atau kecelakaan yang hebat, sehingga dalam keadaan demikian siapapun tidak dapat memenuhi prestasinya. Juga jika barang musnah atau hilang di luar perdagangan dianggap sebagai keadaan yang memaksa. Hal ini dapat kita baca dalam Pasal 1444 KUHPerdata, di mana disebutkan jika barang tertentu yang menjadi bahan peretujuan musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

2. Ajaran yang subjektif atau relatif

Menurut ajaran keadaan memaksa subjektif (relatif) keadaan memaksa itu ada, apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestesi, tetapi praktis dengan kesukaran atau pengorbanan yang besar (ada unsur diffikultas), sehingg dalam keadaan yang demikian itu kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi. Misalnya : seorang penyanyi yang berjanji mengadakan pertunjukan. Sebelum pertunjukan diadakan ia mendengar berita tentang kematian anaknya hingga sukar bagi debitur untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Keadaan memaksa dapat bersifat tetap dan sementara. Jika keadaan memaksa bersifat tetap maka berlakunya perikatan terhenti sama sekali. Misalnya barang yang akan diserahkan di luar kesalahan debitur terbakar
musnah. Sedangkan dalam keadaan memaksa yag bersifat sementara berlakunya perikatan ditunda. Setelah keadaan memaksa tersebut hilang maka perikatan mulai bekerja kembali. Misalnya larangan untuk mengirimkan sesuatu barang dicabut atau barangnya yang hilang diketemukan kembali.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa gagalnya pertandingan tersebut bukan karena adanya wanprestasi dari satu belah pihak, namun karena hal yang memaksa di haruskan pertandingan itu dibatalkan. Bagaimana komentar kawan-kawan ?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar