Jumat, 27 Agustus 2010

Yusril VS Jaksa Agung

Mantan Menkum HAM Prof Dr Yusril Ihza Mahendra berkilah kalau dirinya tidak tepat dijadikan tersangka dalam kasus Sisminbakum yang merugikan negara ratusan miliar rupiah. Sebab, muatan politisnya sangat besar. Kepada pers ia menyatakan akan membuka berbagai kasus yang diketahuinya, seperti skandal Bank Century dan Hotel Hilton. Prinsip Yusril: mati satu, mati semua. Saya akan bongkar semua yang saya tahu. Sebelum ada kasus Century, saya sudah tahu. Sebelum soal tanah hotel Hilton mencuat, saya sudah tahu.

Hemat kita, sekalipun Yusril berpendapat kasus Sisminbakum yang menimpa dirinya lebih bermotif politik, namun tidak bisa lantas masalahnya ikut selesai begitu saja. Oleh karena itu, ada baiknya Yusril memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk diperiksa terlebih dahulu. Toh kalaupun nantinya tidak kuat bukti-buktinya di pengadilan Yusril akan bebas.

Kalau dikatakan bahwa banyak pihak yang ingin menghabisi karir politik Yusril, hal itu sah-sah saja beropini, tapi melihat persaingan dalam Pilpres lalu sepertinya popularitas Yusril tidak tinggi sehingga tidak akan mampu bersaing dengan kandidat lainnya. Lagi pula perolehan suara Partai Bulan Bintang (PBB) juga sangat rendah, tidak mampu melewati ambang batas electoral threshold 3 persen, sehingga tidak mungkinlah ia lolos sebagai Capres.

Penolakan Yusril menjadi tersangka pun menyeret masalah legalitas Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Di mata Yusril tidak sah, sementara Herdarman menegaskan jabatannya sah. Kalau Yusril menilai pengangkatan Hendarman sebagai Jaksa Agung di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tidak absah, karena tidak ada keputusan presiden pemberhentian maupun pengangkatan, hal itu tentu perlu diuji kebenarannya. Hendarman memang melanjutkan tampuk kepemimpinan kejaksaan dari kabinet SBY sebelumnya.

Apa kaitannya dengan pemeriksaan Yusril? Di sinilah Yusril berpendapat, penetapan tersangka oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu juga tidak sah. Karena, nama Jampidsus itu diusulkan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji kepada Presiden. Konsekuensi dari jabatannya tidak sah maka seluruh rentetan hasil kebijakan yang dibuat juga demikian. Kalau jalan pikiran Yusril itu benar maka rusaklah penegakan hukum di negeri ini karena semuanya menjadi ilegal.

Yang menarik dan kita nilai bijak, Hendarman mengajak Yusril ke pengadilan. Untuk itu, Yusril harus mengadukan Hendarman ke polisi terlebih dahulu sehingga kelak hakimlah yang memutuskan apakah Yusril yang benar, atau sebaliknya Yusril yang salah dalam mengartikan keabsahan jabatan Hendarman Supandji.

Penolakan Yusril diperiksa Kejaksaan Agung menarik perhatian publik. Dan Yusril dinilai tidak terbuka. Sebab, selama bertahun-tahun ia menyimpan rahasia banyak petinggi negara yang bermasalah dengan hukum, tapi baru sekarang ia mengancam membongkarnya setelah dijadikan tersangka. Meskipun terlambat kita menilainya positif, dan berharap kasus-kasus yang dipersoalkan Yusril bisa terungkap ke pengadian semuanya. Siapa pun yang bersalah wajib dihukum berat tanpa pilih kasih.

Realitasnya di lapangan kasus Sisminbakum ini semakin panas setelah mantan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Woworuntu membuat pengakuan mengejutkan. Selama PT SRD beroperasi mengelola pelayanan Sisminbakum, uang keuntungannya mengalir ke grup Media Nusantara Citra (MNC).

Untuk investasi ke Adam air, investasi apartemen Four Season 2 lantai, dan juga PT SRD punya tanah hampir 1.000 meter persegi di Thamrin.

Setelah beberapa bulan bersidang Yohanes divonis 5 tahun dan denda Rp 378 miliar. Itu sebabnya Yohanes membeberkan peran keluarga Tanoesoedibjo dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum Umum (Sisminbakum). Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Harry Tanoesoedibjo hingga Hartono Tanoesoedibjo jelas-jelas berperan besar dalam proyek Sisminbakum. Selain 3 keluarga Tanoesoedibjo, Yohanes juga menuding keterlibatan Komisaris Utama PT SRD, Gerard Jakobus. Ia sendiri mengaku baru bergabung dengan PT SRD setelah kerjasama dengan Depkum HAM soal Sisminbakum terjalin.

Kasus Sisminbakum ini memang menyeret banyak pihak. Sampai-sampai Kejaksaan Agung mengalami kesulitan memeriksa banyak saksi. Sempat terhenti beberapa tahun Kejagung kembali melakukan penyidikan dalam kasus ini. Yusril Ihza Mahendra bersama dengan Hartono Tanoesoedibjo ditetapkan sebagai tersangka 24 Juni 2010 lalu. Keduanya dijerat Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 12 (i) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara. Keduanya pun dicekal sejak tanggal 24 Juni. Tapi, Hartono Tanoesoedibjo sempat berangkat ke luar negeri sehingga akan sulit ditangkap.

Kita harapkan Yusril memenuhi panggilan Kejagung untuk diperiksa dan membongkar semua hal yang menyangkut ‘’borok-borok’’ pejabat negara di masa lalu yang melawan hukum. Akan menjadi lain halnya jika Yusril kembali menolak diperiksa karena menganggap jabatan Hendarman Supandji selaku Jaksa Agung tidak sah. Bisa-bisa Yusril dipangil secara paksa.Kalau yang dimasalahkan soal legal atau ilegal semestinya di pengadilan. Yusril mengadukan Hendarman, tapi juga memenuhi pemeriksaan Kejagung. Biarkan kedua kasus bergulir ke pengadilan sehingga didapat kepastian hukum.+

Intisari:

Kasus Yusril dan Hendarman harus dibawa ke pengadilan demi kepastian hukum

Senin, 26 April 2010

Dukungan untuk Susno Duadji

Nama Mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji mencuat setelah dirinya 'bernyanyi' soal adanya markus pajak di Mabes Polri. Dukungan dari berbagai kelompok melalui spanduk terbentang di pagar depan halaman rumahnya di Jl Cibodas I No 7, Puri Cinere, Depok, Jawa Barat. Sedikitnya ada 4 spanduk dukungan terhadap Susno mulai dari yang berukuran 60 x 40 cm hingga baliho berukuran 3 x 4 meter. Spanduk tersebut sudah terpasang sejak seminggu terakhir di teras dan pagar rumah Susno. Spanduk tersebut dipasang oleh para pendukung Susno dari berbagai organisasi massa dan gerakan mahasiswa yang mendukung untuk terus membongkar mafia pajak di tubuh Polri.

Hampir setiap hari rumah Susno didatangi oleh para pemburu berita untuk meminta keterangan dari Jenderal Bintang Tiga itu. Susno dan keluarga menerima baik setiap kedatangan para pewarta dan menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

Sesekali tampak kerabat dan sanak saudara Susno terlihat mengunjungi rumah kediaman mantan Kapolda Jawa Barat ini. Dukungan moral serta simpati terus mengalir kepada Susno sebagai penyemangat agar tetap berkontribusi dalam upaya reformasi di tubuh Polri, hal itu juga yang dilontarkan oleh Poros Muda Cianjur yang diwakili oleh Ketua Poros Muda Cianjur yaitu Firman Mulyadi, di sela-selan kunjungannya untuk bersilaturahmi serta memberi dukungan secara moril kepada mantan Kabareskrim Mabes Polri tersebut. Dalam acara silaturahmi tersebut Komjen Susno Duadji mengatakan bahwa manuver dirinya melakukan hal tersebut tiada lain dan tiada bukan adalah untuk mereformasi institusi POLRI yang selama ini memang banyak masalah sekali. Dalam silaturahmi tersebut, ketua Poros Muda Cianjur yaitu Firman Mulyadi menyatakan dukungannya kepada Komjen Susno Duadji untuk terus maju dan tanpa takut untuk menegakan keadilan, serta membongkar semua ketidak adilan yang ada di negara kita. Pada prinsipnya kita sangat apresiasi sekali dengan manuver yang dilakukan oleh Komjen Susno Duadji ini, karena yang kami apresiasi adalah semangatnya untuk memperjuangkan kebenaran, masalah motif nya apa, menurut kami itu menjadi tidak penting, yang terpenting adalah semangat untuk menegakan kebenaran, kata Firman Mulyadi Ketua Poros Muda Ciaanjur ini.

Jumat, 23 April 2010

Terorisme VS Islam

Terorisme VS Islam, adalah tema yang diambil dalam satu acara Diskusi Nasional tentang Terorisme. Diskusi ini di selenggarakan oleh Rumah Diskusi Cianjur, yaitu suatu komunitas yang terdiri dari mahasiswa dan pelajar yang ada di Cianjur. Dalam diskusi ini hadir para pemateri yaitu DR. Fauzan Ali Rasyid (Pengamat Umat Islam), DR. Fauzan Al Farizi (Penulis Buku Terorisme), DR. Syahrudin Daming (KOMNAS HAM), Munarman, SH (Aktivis Islam), dan Ahmad Mihdan, SH ( TPM Pusat), serta diskusi ini di pandu oleh moderator Firman Mulyadi Assegaf, sehingga membuat acara diskusi ini lebih hidup. dalam acara diskusi ini dibahas mengenai apa yang melatarbelakangi sekelompok orang melakukan hal-hal atau tindakan yang berhubungan dengan terorisme. Selain itu dalam acara diskusi ini juga para pembicara mengungkapkan berbagai propaganda dunia barat untuk menghancurkan umat islam dengan isu terorisme pasca kejadian WTC 11 September. Pasca kejadian itu, salah satu aktivis islam dari kalangan timur tengah dianggap paling bertanggung jawab dalam kejadian tersebut. Kemudian dibahas juga tentang masalah terorisme yang terjadi di negara Indonesia, yang selalu mengklaim salah satu agama, yaitu agama Islam.

Jumat, 26 Maret 2010

Suatu Resume HUKUM PROGRESIF (Teori Satjipto Raharjo)

A. Rangkuman Teori.
Rangkuman Atas Teori Hukum Progresif (Satjipto Rahardjo) sebagaimana yang di muat dalam buku “Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi”, Dr. Bernard L. Tanya, S.H., M.H., Dr. Yoan N. Simanjuntak, S.H., M.H., dan Markus Y. Hage, S.H. M.H., CV. Kita, Surabaya, agustus 2006.

Teori ini lahir tidak lepas dari gagasan Profesor Satjipto Raharjo yang galau dengan keadaan cara penyelengaraan hukum di Indonesia, dimana hampir sama sekali tidak ada terobosan yang cerdas menghadapi masa transisi Orde Baru dan yang lebih memprihatinkan lagi hukum tidak saja dijalankan sebagi rutinnitas belaka (business as usual), tetapi tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan (business – like).

Dalam buku tersebut, Prof. Satjipto Raharjo, S.H., yang menyatakan pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut “ideologi” : Hukum yang pro-keadilan dan Hukum yang Pro-rakyat.

Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada kreativitas pelaku hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku hukumprogresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahanperaturan (changing the law. Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap kali terhadap suatu peraturan.

Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam for a kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus dilayaninya.

Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung ditemukan lewat proses logis – formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi, karenanya, argument-argumen logis formal “dicari” asesudah keadilan ditemukan untuk membingkai secara yuridis – formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh karma itu konsep hukum progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri, melainkan untuk tujuan tang berada di luar dirinya.


B. Seharusnya Yang Kita Lakukan.
Apa yang menjadi kegalauan Prof. Satjipto Rahardjo terbukti antara laian susahnya penyelesaian kasus Lumpur Lapindo, tertangkapnya Jaksa Urip dalam dugaan suap kasus BLBI, dugaan penyuapan Anggota Dewan yang mengubah peruntukan lahan tertentu (lihah penangkapan anggita dewan al amin) dan masih banyak lagi kasus hukum yang tidak dapat ditegakan karena hukum kita tidak menjangkau karena hebatnya teknologi dan komunikasi sehingga perbuatan hukum tersebut tidak bisa dijerat dengan ketentuan yang ada atau prasarana hukumnya tidak memadai.

Sehubungan dengan teori progresif tersebut, seharusnya atas kondisi tersebut jangan dibiarkan saja dan hal ini akan membuat pelaku kecurangan dan pelanggran terhadap hukum akan terus terjadi karena lemahnya penegakan hukum khususnya. Untuk itu perlunya ada langkah progresif dari Pemerintah yang memberikan penyelengaraan hukum di Indonesia diberikan dirinya kewewenang untuk melakukan investigasi judicial dan terobosan-terbosan yang progesif sesuai dengan teori yang digagaskan oleh Prof. Satjito Rahardjo. Alasan kewenangan judicial tersebut adalah karena saat ini banyak modus kejahatan dan kecurangan dengan cara yang canggih dan memerlukan keahlian khusus untuk dapat menyeret pelakunya ke pengadilan. Dalam rangka meminimalisasikan kemungkinan kejahatan dan kecurangan, dalam penegakan hukum penyelengaraan hukum yang progresif atas investegasi, pengenaan sanksi yang ketat dan tegas bagi siapa melakukan tindak pelanggaran atau kejahatan tersebut terutama bagi siapa saja yang terlibat dalam aktifitas rekayasa hukum tersebut. Selain itu perlunya ada sikap bersama dari penyelengaraan hukum untuk menanggulangi masalah tersebut dan perlunya peningkatan mutu dari Sumber Daya Manusianya penyelengara hukum di Indonesia.

Saya selaku penulis, mencoba merangkum teori ini dan menyadari betul banyak kekurannya. Namun atas rangkuman ini semoga dapat berguna bagi kita semua guna menambah wawasan dan pengetahuan.